09 Mei 2015

Sabtu, Mei 09, 2015
Pada kesempatan kali ini kita bahas tentang Dana Bagi Hasil Pajak. Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa salah satu komponen Pendapatan Daerah dalam APBD adalah Dana Bagi Hasil. Sedangkan pengertian dari Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dana Bagi Hasil (DBH) itu sendiri terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Yang akan penulis jelaskan disini adalah Dana Bagi Hasil Pajak.

Perlu penulis sampaikan juga dasar hukum dari DBH yaitu :
UU No. 12 Tahun 1985 yang telah diubah menjadi UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
UU No. 11 Tahun 1995 yang telah diubah menjadi UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai;
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan;
PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

DBH Pajak berasal dari Penerimaan Negara atas Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi Dalam Negeri atas PPh menurut Pasal 25 dan Pasal 29 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) serta PPh atas Pemungutan/Pemotongan Penghasilan Wajib Pajak menurut Pasal 21 UU PPh.

Adapun format pembagian perimbangan DBH Pajak adalah sebagai berikut :
Penerimaan Negara atas PPh Pasal 25/29 dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20 %, dengan rincian
8% untuk provinsi yang bersangkutan; dan
12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan perinciana 8,4% untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan 3,6% untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, bila pada suatu Kabupaten/Kota yang mempunyai banyak usaha atau tempat usaha, serta jumlah penduduk yang bekerja sebagai karyawan (dalam hal ini termasuk PNS, TNI/Polri, Pegawai BUMN/BUMD) maka dapat dipastikan DBH Pajak atas Kabupaten/Kota tersebut akan tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota yang sebaliknya.

Atas penjelasan diatas inilah pentingnya, bagi Orang Pribadi/Badan yang melakukan usaha dilokasi yang berbeda dengan tempat tinggal/tempat kedudukan kantor pusat usaha, untuk mendaftarkan sebagai Wajib Pajak Cabang dan kepadanya diberikan NPWP Cabang. Karena dengan terdaftar NPWP Cabang, maka pembayaran pajak atas kegiatan usaha yang berada di suatu Kabupaten/Kota akan ikut terbagi ke Kabupaten/Kota tersebut dalam wujud DBH Pajak.

Sungguh mengenaskan bila, Orang Pribadi/Badan yang melakukan usaha di suatu Kabupaten/Kota, tetapi masih berNPWP di Kabupaten/Kota lain, maka Kabupaten/Kota tempat lokasi usaha hanya sebagai penonton tanpa bisa menikmati pajak-pajak yang telah dibayarkan oleh Orang Pribadi/Badan tersebut.

Karena itulah penulis konsiten dalam memperjuangkan peraturan-peraturan daerah atau apapun bentuknya, yang mengatur tentang Kewajiban Terdaftar Sebagai Wajib Pajak Cabang atas Orang Pribadi/Badan Usaha yang Melakukan Kegiatan Usaha disuatu Kabupaten/Kota. Karena warga masyarakat sekitar lokasi usaha dari Orang Pribadi/Badan Usaha tersebut bisa ikut merasakan manfaat dari pajak-pajak yang telah dibayarkan melalui pembangunan yang dibiayai dari APBD pada khususnya dari DBH Pajak.

#prabusamin

0 comments:

Posting Komentar