Selama ini kita menjadi pesakitan yg menunggu vonis masuk neraka. Kita berusaha mengikuti petunjuk guru, tetapi guru hanya memberi ancaman.
Padahal kita tdk menghendaki kesalahan dan gejolak nafsu tsb.
Di sisi lain, penahanan diri yg terus menerus akan berakibat negatif bagi tubuh, membuat penumpukan zat adrenalin, yg memunculkan kemarahan luar biasa atau depresi mental.
Syariat yg kita kerjakan ibarat rantai besi yg membelenggu hingga hidup terasa berat dan sesak.
Al Quran menegaskan gambaran tsb dgn kisah Nabi Yusuf tatkala mengalami konflik kejiwaan krn Zulaiha menggoda dan merayunya agar mau berzina dengannya.
Nabi Yusuf tetap pada pendirian tidak untuk perbuatan yg dilarang Tuhan.
Tetapi ada daya yg menelusup ke dalam jiwanya mendorong kuat utk berbuat jahat(fujur).
Hampir saja beliau tak mampu lagi menahannya lantas datang bersimpuh dan memohon perlindungan kpd Tuhan yg selalu mengawasi batinnya.
"Ya Allah, tdk akan kubiarkan nafsuku ini berbuat curang.
Aku tdk kuasa dg dorongan syahwat yg begitu dahsyat kecuali Engkau merahmati nafsuku ini." Kemudian tiba2 hatinya mjd tenang, damai dan tercerahkan.
Kejahatan lenyap tak berbekas dan beliu tdk perlu bersusah payah menahan diri.
Jiwanya tlh mendpt burhan(pencerahan) dari Tuhan, shg muncul jiwa yg dirahmati ketakwaan.
Kebaikan itu mengalir tanpa direkayasa pikiran.
Kesadaran bhw hanya Allah yg mampu memberi pencerahan dan bimbingan shg menemukan kesejatian fitrahnya sendiri (fa alhamaha taqwaha) krn termasuk orang yg berserah diri.
"Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya maka Allah mengilhamkan kpd jiwa itu (jalan) kefasikan dan (jalan) ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang2 yg mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah org2 yg mengotorinya. (QS.91:7-10).
02 Mei 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar